Jangan Cuma Membunyikan Al-Qur’an

Abstraksi – “Manusia diperintahkan untuk mengamalkan Al-Qur’an; tapi mereka menjadikan membacanya itu amal” (Hasan Al-Bashri). Diantara bid`ah terhadap Al-Qur’an adalah membaca cepat yang tidak disertai tadabbur, pendalaman makna, dan tidak merespon nasehat. Termasuk juga mencukupkan diri pada menghafal huruf-hurufnya tanpa memahaminya. Bukankah murid-murid Rasulullah jika menerima sepuluh ayat, mereka tidak akan beranjak ke ayat selanjutnya sebelum memahami dan mengamalkan?

Pendahuluan

Al-Qur’an adalah sumber terbit, lintasan orbit, dan tempat transit segala ilmu. Padanya, Allah menaruh pengetahuan tentang segala sesuatu serta menjelaskan perkara-perkara yang benar dan sesat. Kisah-kisah dan berita-berita di dalamnya menjadi peringatan bagi orang-orang yang berakal. Nasehat-nasehat dan ilustrasi-ilustrasinya menjadi pengingat bagi orang-orang yang berpikir dan mau mengambil pelajaran.

Sesungguhnya perenungan terhadap kitabullah adalah sebuah kunci untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan. Dengannya dihasilkan segala kebaikan. Olehnya ditambahkan serta dihunjamkan iman ke dalam hati. Setiap kali seorang bertambah renungannya terhadap Al-Qur’an, niscaya bertambah pula ilmu, amal, dan kearifannya.

Namun yang terjadi kebanyakan adalah seorang mencukupkan diri dengan membacanya saja. Membaca dalam arti melafalkan dan membunyikan redaksi Al-Qur’an melalui lisan. Apalagi saat momen tertentu misalnya Romadhon, mulailah orang mengejar kuantitas bacaan. Umum mencari kepuasan dengan meng-khatam-kan sekali, dua kali, bahkan lebih dalam jangka tiga puluh hari itu.

Membunyikan vs Mentadabburi Al-Qur’an

Semua mengetahui keutamaan membaca Al-Qur’an. Jelas membacanya sangat jauh lebih baik daripada tidak membacanya sama sekali. Ini bukan meremehkan soal membaca Al-Qur’an. Permasalahannya adalah saat berhenti dengan membaca saja tanpa tindak lanjut meski ada kemampuan dan keluangan. Padahal membaca itu (baru) satu langkah menuju pengamalan Al-Qur’an.

Tidaklah Rasulullah melarang menamatkan Al-Qur’an kurang dari tiga hari kecuali karena khawatir tidak dihayati maknanya. Alangkah kurang bijak apabila dalil balasan satu pahala (sepuluh kebaikan) untuk tiap huruf dijadikan pegangan, tapi luput dari riwayat,

Dari hadits Ibnu Umar secara marfu’, “siapa yang membaca Al-Qur’an kemudian mengi`rabnya (mengetahui makna kata-katanya) maka baginya dalam setiap huruf dua puluh kebaikan…”

Tadabbur artinya berusaha memahami arti dari lafazh-lafazhnya serta merenungi ayat-ayatnya untuk memperoleh pesan dan/atau mendalami kesan yang muncul. Akal dituntut untuk berperan mengambil pelajaran. Hati diarahkan untuk ikut serta mengaktualisasi makna. Lalu jasad diorientasikan untuk terlibat mengamalkannya.

Ketahuilah, Al-Qur’an sendiri jika menyinggung masalah membaca Al-Qur’an, tidaklah sebatas untuk tujuan melafalkan bunyi ayat-ayatnya.

Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya… [QS Al-Baqoroh (2) : 121]

Redaksi “membacanya dengan bacaan yang sebenarnya” dapat dipahami antara lain:
1. Membaca redaksi asli tanpa mengubah-ubah isinya.
2. Membaca dengan lisan secara tartil, merenungi dengan pikiran, dan menghayati dengan perasaan (hati).
3. Mempelajari kandungannya.
4. Mengikuti dengan pengamalan.

Argumen ini dikuatkan dengan perintah pada ayat yang lain,

Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka mentadabburi ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. [QS Shad (38) : 29]

serta didukung oleh sindiran terhadap meninggalkan tadabbur,

Maka apakah mereka tidak mentadabburi Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci? [QS Muhammad (47) : 24]

Tadabbur termasuk nasehat untuk kitab Allah sebagaimana disebutkan dalam hadits,

“Agama adalah nasehat.” Kami bertanya, “untuk siapa?” Beliau menjawab, “untuk Allah, untuk kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, dan untuk para pemimpin kaum muslimin dan orang umum mereka.” [HR Muslim]

Ibnu Mas`ud berkata, “Sesungguhnya ada sekelompok manusia, mereka membaca Al-Qur’an, namun tidak melampaui tenggorokannya; akan tetapi apabila Al-Qur’an sampai pada hati, lalu meresap, niscaya ia akan bermanfaat.” Malik bin Dinar berkata, “apa yang ditanamkan Al-Qur’an di hati kalian?” Sekian banyak ayat yang menembus mata kita, menelusup mulut kita, menerobos telinga kita; tapi berapa banyak yang telah menancap di hati kita?

Oleh karena itu, seharusnya titik fokus saat membaca bukanlah “kapan saya menyelesaikan targetan saya?”; tapi “kapan saya diberikan pemahaman ayat oleh Allah? kapan saya mengambil pelajaran dari apa yang saya baca? kapan saya tergerak mengerjakan kebajikan? kapan saya jera dari segala kemaksiatan?”

Dengan tadabbur, peran Al-Qur’an sebagai obat, rahmat, petunjuk, penjelasan atas segala sesuatu, serta pembeda yang benar dan salah akan semakin kentara. Dengan tadabbur, akan terwarisi sifat-sifat yang menjadi sumber kehidupan dan kesempurnaan hati. Dengan tadabbur, akan tercegah perangai-perangai yang menjadi sumber kerusakan dan matinya hati.

Tadabbur itu Mudah

Ada tiga alasan kenapa Al-Qur’an mudah dipahami oleh manusia. Pertama, Al-Qur’an adalah kitabullah yang sempurna dalam lafazh dan maknanya. Kedua, Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa yang mudah dicerna oleh akal dan nurani manusia sehingga manusia secara fitrah bisa melaksanakan ajaran yang dibawanya. Ketiga, Al-Qur’an telah dipraktekkan oleh Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari sehingga bisa menjadi pedoman hidup yang ideal, fakta nyata, dan sesuai untuk setiap zaman.

Salah satu bentuk tadabbur adalah dengan menjadikan Al-Qur’an seolah cermin. Pembaca menggunakan Al-Qur’an untuk melihat baik dan buruknya perbuatan. Ia berhati-hati terhadap peringatan yang Allah berikan melalui Al-Qur’an. Ia takut akan ancaman yang Allah tegaskan serta berharap akan janji yang Allah ikrarkan padanya.

Dua diantara ciri tadabbur yaitu:
1. Dapat menarik pelajaran ayat dari fenomena. Contohnya ketika kita dalam kondisi emosi akibat ulah orang lain, lalu serta merta kita teringat ayat,

…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan. [QS Ali Imran (3) : 134]

2. Dapat menghubungkan ayat ke fenomena. Misalnya saat membaca ayat,

…sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya, “jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.”… [QS At-Taubah (9) : 40]

kemudian terbayang kisah hijrah Rasul dan para sahabat beserta ibroh yang dapat dipetik dari peristiwa tersebut.

Tingkatan tadabbur ada empat:
1. Berpikir, memperhatikan, dan mengambil pelajaran.
2. Terpengaruh dan kekhusyu`an hati.
3. Istijabah dan kepatuhan.
4. Menggali hikmah dan memetik hukum (istinbath).

Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran? [QS Al-Qomar (54) : 17]

Sebagian besar ayat Al-Qur’an adalah ayat muhkam yang dapat langsung dicerna. Kewajiban kita adalah berusaha keras mengerahkan kemampuan dalam mempelajari dan mencari kebenaran darinya. Jika kita tidak dapat memahaminya, bertanyalah kepada ahlinya.

Dengan kemurahan-Nya, Allah tidak akan menyia-nyiakan niat baik hamba-Nya. Allah akan menolong melalui petunjuk-Nya. Dalam Aqidah Al-Wasithiyah, Ibnu Taimiyah menulis, “barangsiapa yang merenungi ayat-ayat Al-Qur’an dengan niat untuk mencari petunjuk (hidayah), niscaya ia akan melihat jalan kebenaran dengan jelas.”

Penghalang Tadabbur

Ada hal-hal yang ternyata memiliki andil dalam menghalangi proses tadabbur. Dari beberapa masalah tersebut, setidaknya ada empat perkara yang biasa ditemui di kalangan. Dengan mengetahuinya, diharapkan kita semua bisa mengantisipasinya.

1. Penyakit hati dan dosa
Ibnu Qudamah dalam Mukhtashor Minhaj Al-Qashidin berkata, “hendaklah orang yang membaca Al-Qur’an berlepas diri dari hal-hal yang menghalangi pemahaman, diantaranya adalah terus-menerus melakukan dosa (maksiat), bersikap sombong, atau memperturutkan hawa nafsu. Sesungguhnya semua itu adalah faktor yang menyebabkan kegelapan dan kotornya hati, karena hati itu seperti cermin, sedangkan syahwat bagaikan kotoran (karat), dan makna Al-Qur’an seperti gambar yang terlihat di cermin.” Bagaimana bisa nilai Al-Qur’an tampak jelas pada cermin yang berkarat?

2. Keterbatasan Bahasa
Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa arab. Untuk memahaminya dibutuhkan penguasaan terhadap bahasa. Oleh karena itu, setiap muslim sangat dianjurkan untuk mempelajari bahasa arab. Namun, masalah ini jangan dijadikan alasan meninggalkan tadabbur. Berbagai kemudahan sudah tersedia, misalnya mushhaf yang dilengkapi terjemahan makna. Bacalah Al-Qur’an beserta terjemahannya. Jika diamati, terjemahan itu sudah dibuat agar mudah dipahami. Penjelasan di dalamnya pun ikut mengutip tafsir serta takwil dari Nabi, shahabat, dan ulama. Apabila mendapati kebingungan, cobalah mencari kajian terkait.

3. Enggan berpendapat tentang kalam Allah tanpa ilmu
Bisa jadi ini merupakan bentuk was-was syetan. Merasa kurang ilmu sehingga menghindar dari mencoba memahami Al-Qur’an. Sebelumnya telah dibahas bahwa tadabbur memiliki tingkatan-tingkatan (lihat bagian ‘Tadabbur itu Mudah’). Peringkat 1 hingga 3 adalah hal yang bisa dilakukan oleh semua orang berakal, yang kapabel maupun yang awam sekalipun. Segmen ke-empat itulah yang membutuhkan penguasaan ilmu-ilmu tertentu. Lakukan sesuai kemampuan saja. Misalkan tentang ayat,

Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. [QS Al-Fatihah (1) : 5]

Seorang bisa mendalami kesan bahwa memang benar hakikatnya hanya Allah sajalah tempat meminta pertolongan. Sembari mengingat pengalaman dirinya ketika menghadapi suatu masalah, dimana tidak satu orang atau makhluq pun yang dapat membantu, dimana ia harus mengandalkan dirinya sendiri. Namun ia yakin, masih ada Allah yang akan menolongnya. Sampai di sini pun sudah merupakan tadabbur.

Dari ayat yang sama, seorang juga bisa memetik kaidah, ‘mendahulukan yang umum (ibadah) kemudian baru yang khusus (isti`anah)’ serta menetapkan etika terhadap Allah, ‘mendahulukan haq khaliq ketimbang haq makhluq’. Inilah tingkatan tadabbur yang lebih tinggi. Jika pemahaman keilmuan pribadi belum memungkinkan sampai ke sini pun tidak mengapa.

4. Mengedepankan pengetahuan dan perbuatan yang lebih rendah dari tadabbur, serta sibuk dengannya sehingga melupakan tadabbur
Sungguh indah ungkapan yang di-nisbat-kan kepada Imam Syafi`i, “jika kau tidak menyibukkan nafs-mu dengan kebaikan, niscaya ia akan menyibukkanmu dengan kemaksiatan.” Di era ini, bertaburan hal-hal yang jika dikonsumsi berlebihan akan menjerumuskan pada kesia-siaan. Disebut sia-sia -jika dan hanya jika- karena ia akan melenakan dan mengesampingkan prioritas yang seharusnya lebih tinggi (berinteraksi dengan Al-Qur’an). Diantara hal tersebut yang populer adalah:
a. Novel, kita betah berjam-jam membaca novel tapi sebentar saja sudah bosan jika duduk bersama Al-Qur’an. Padalah sejatinya Al-Qur’an adalah surat dari Allah untuk kita.
b. Film, kadang kita menangis saat menonton film tapi pernahkah menangis saat membaca Al-Qur’an?
c. Musik, sering kita tersentuh oleh lirik-lirik lagu tapi sudahkah tersentuh oleh bait-bait ayat?
d. Internet, beserta turunannya semisal chatting, blog, facebook, forum, dll.
e. Game
f. Gaya hidup

Kiat dan Kunci Tadabbur

Segala permasalahan pasti ada kunci yang dengannya akan dapat (lebih mudah) diselesaikan. Pun demikian tadabbur dapat dilakukan secara efektif dan efisien dengan mengikuti kiat-kiatnya. Beberapa yang telah dirumuskan ulama antara lain:

1. Cinta Al-Qur’an
Disinilah salah satu peran intensitas membaca Al-Qur’an, yaitu untuk menimbulkan kecintaan padanya. Jikalau hati sudah cinta, maka ia akan tertambat, menyenangi, dan selalu rindu. Cinta menumbuhkan kesukaan untuk bermu`amalah dengan Al-Qur’an. Dengan demikian pelajaran Al-Qur’an akan lebih mudah menyerap. Apabila seorang hamba mencintai Al-Qur’an artinya -itulah salah satu bukti- ia mencintai Allah dan Rosul-Nya.

2. Memahami motif membaca Al-Qur’an
Setidaknya ada lima tujuan membaca Al-Qur’an. Pertama, untuk memperoleh ilmu darinya. Kedua, untuk mengamalkan ajarannya serta memperoleh landasan tentang apa-apa yang harus dikerjakan dan yang harus ditinggalkan. Ketiga, untuk mendapat pahala. Keempat, untuk mengobati jiwa dan raga. Kelima, untuk bermunajat kepada Allah. Dengan mengetahui ini seorang akan semakin giat berinteraksi dengan Al-Qur’an. Bukankah orang akan bertindak sesuai dengan apa yang dia pahami tentang tindakan serta manfaat tindakannya? Dan orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.

3. Membaca Al-Qur’an saat shalat malam
Waktu malam merupakan waktu yang utama. Hati lebih khusyu` untuk pendalaman. Qiyamullail pun akan menjadi lebih bermakna jika disertai penghayatan akan bacaan-bacaan di tiap raka`atnya. Ditambah lagi, waktu ini adalah waktu berkah dimana Allah akan menyertai.

4. Mengulang-ulang bacaan ayat yang berkesan
Adalah kebiasaan Rosulullah dan para salafush-shalih untuk mengulang-ulang bacaan ayat. Adapula yang menyebutkan bahwa mereka mengulang satu ayat yang sama sepanjang malam. Tujuan diulang–ulangnya ayat adalah untuk memahami ayat yang dibaca. Lebih sering diulang maka pemahaman dan penghayatan akan lebih dalam.

5. Menghafal ayat-ayat Al-Qur’an
Inilah sarana untuk juga menghafal makna Al-Qur’an dan memanfaatkannya dalam kehidupan. Karena Al-Qur’an telah mendarah-daging dalam dirinya, seorang akan mudah menghadirkannya kapan saja dan di mana saja. Ibaratnya, seorang yang hafal memiliki bekal roti yang dapat ia makan sesukanya; sedangkan seorang yang tidak hafal memiliki bekal tepung yang harus diolah dan dipersiapkan terlebih dahulu supaya bisa dimakan.

Penutup

Ahli Al-Qur’an adalah mereka yang menemukan penawar hati, obat jiwa, dan sumber kepuasan bagi akalnya di dalam Al-Qur’an. Bukan kepada yang lainnya mereka kembali, bukan dari yang lainnya mereka mengambil, dan bukan dengan yang lainnya mereka merasa ni`mat. Al-Qur’an adalah penyejuk hati dan penghilang dahaga mereka. Tidak sedikitpun terbetik rasa bosan dan letih ketika berinteraksi dengannya. Dan tidak lagi tersisakan rasa takut maupun sedih.

Semoga Allah memberikan manfaat melalui Al-Qur’an, menjadikannya penghias hati, cahaya penerang dada, dan penawar kesedihan serta kesusahan. Tak pelak manfaat-manfaat itu tidak akan lengkap diperoleh jika sebatas membaca saja. Maka kali ini, esok hari, lusa nanti, dan seterusnya, jangan cuma membunyikan Al-Qur’an.

Allohu wa Rosuluhu a`lam.

Referensi

1. As-Suyuthi, Jalaluddin. Al-Itqan fi `Ulum Al-Qur’an.
2. As-Sunaidi, Salman. Tadabbur Al-Qur’an.
3. An-Nawawi. At-Tibyan fi Adab Hamalat Al-Qur’an.
4. As-sa’di, Abdurrahman. Taysir Al-Karim Ar-Rahman fi Tafsir Al-Kalam Al-Mannan.
5. Nashir Al-Umar, Umar Al-Muqbil, Muhammad Al-Khudairi. Liyadabbaru Ayatihi Hashodi `Amin min At-Tadabbur.
6. Khalid bin Abdul Karim. Mafatih Tadabbur Al-Qur’an wa An-Najah fi Al-Hayat.
7. Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah.

(ditulis sebagai bahan introspeksi pribadi penulis menjelang Romadhon)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *