Grateful What You Wish For

Jika kita menggali pilar-pilar dalam agama Islam, maka akan ditemukan bahwa salah satu esensinya adalah do’a. Bentuk permohonan tersebut merepresentasikan kepercayaan akan eksistensi Sang Pengabul Permohonan, yaitu Allah. Seorang pen-do’a melandasi harapannya dengan asumsi bahwa Allah memiliki hubungan erat dengan hamba yang meminta-Nya sehingga mengabulkannya. Si pemohon pun yakin bahwa Yang dimohon Mahakuasa atas segala perkara. Latar belakang itulah yang menjadikan do’a sebagai inti penting dari kehidupan seorang hamba.

Dalam Al-Qur’an, dapat ditemukan beberapa peran do’a bagi takdir seseorang. Nabi Ibrahim ketika didakwa hukuman bakar, beliau menyeru “hasbuna Allah wa ni’ma al-wakil”; do’a itu mencegah musibah yang seharusnya secara natural menimpanya “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim” (Al-Anbiya 69). Nabi Ayyub saat sakitnya, beliau bercurah hati “sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang” (Al-Anbiya 83); do’a itu mengangkat cobaan yang dideritanya. Nabi Yunus kala celakanya, beliau berucap “tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim” (Al-Anbiya 87); do’a itu melapangkan kesempitan yang dialaminya. Nabi Zakariya ditengah kesepiannya, beliau mengadu “Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik” (Al-Anbiya 89); do’a itu mewujudkan anugrah baginya. Begitulah teladan dari kisah para nabi yang termaktub dalam kitab, untuk menjadi pelajaran dan bimbingan bagi kita.

Pada akhir rangkaian ayat, terdapat isyarat akan kunci pokok bagi pen-do’a: “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami” (Al-Anbiya 90).

Maka bersyukurlah atas do’a yang pernah, sedang, dan akan terpanjat; karena dengan syarat dan kondisinya, pasti terjawab. Terkadang kitalah -dengan segala kejahilan dan kealpaan manusiawi- yang kurang menyadari bentuk peran keterlibatannya dalam takdir kehidupan.

“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)” (Ibrahim 34).

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (An-Nahl 18).

Referensi:
quran.ksu.edu.sa

*inspirasi dari khuthbah Jum’at di Bath Mosque Al-Muzaffar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *