Tanya Tajwid: Isymam dalam Surat Al-Fatihah

zakba () wrote:
Assalamualaikum,
Adakah dalam surah Al-Fatihah ada bacaan isymam? Ada berapa tempat dalam Quran
yang ada bacaan isymam?
Tanpa bacaan isymam adakah bacaan 100% salah – berdosa?
Terima kasih

Jawab:

Wa`alaykumussalam Wr Wb.

Dalam bacaan Riwayat Hafsh `an `Ashim dari Thoriq Asy-Syathibiyyah, pada Surat Al-Fatihah tidak ada isymam wajib. Adapun isymam wajib (yang dipraktekkan dengan isyarat dhommah) dalam riwayat ini adalah pada Surat Yusuf ayat 11 di lafazh (تَأْمَنَّا) sebagai salah satu wajah bacaannya. Selain isymam, lafazh tersebut boleh juga dibaca dengan ikhtilas.

Secara umum qiro’at Al-Qur’an, bacaan isymam ada pada banyak tempat dalam Al-Qur’an. Contohnya pada Surat Al-Fatihah lafazh (الصِّرَاطَ) Qiro’at Hamzah membaca dengan isymam (yang disini dipraktekan dengan menyerupakan huruf ke huruf lain). Lafazh sejenis (قِيلَ) misalnya pada Surat Al-Baqarah, dibaca oleh Riwayat Hisyam dan Qiro’at Al-Kisa’i juga dengan isymam (yang dipraktekkan dengan harakat mutarakib antara dhommah dan kasrah). Dan selain itu masih ada lagi contoh serupa pada berbagai qiro’at.

Isymam dengan isyarat dhommah juga dipraktekkan sebagai salah satu cara dalam waqaf. Cara waqaf seperti ini bersifat pilihan (wajah ja’iz) selain sukun dan raum. Isymam ini bisa diamalkan pada situasi waqaf untuk semua kata yang harakat akhirnya dhommah (atau ber-i`rab rafa`) dan berlaku di semua qiro’at (dengan syarat tertentu). Dengan demikian, untuk bacaan Riwayat Hafsh pada Surat Al-Fatihah pun terdapat isymam ja’iz jika pembaca memilih cara waqaf dengan isymam pada setiap ayat yang berakhiran dengan harakat dhommah.

Meninggalkan bacaan isymam (pada tempat wajibnya) bisa dikategorikan sebagai kesalahan pada lafazh yang mengurangi kesempurnaan sifatnya, tapi tidak mengubah huruf, makna ataupun i`rab (dalam tata bahasa arab). Kesalahan jenis ini jika terjadi pada tingkatan talaqqi dan musyafahah, maka hal tersebut hukumnya haram mutlak dan berdosa dikarenakan menyalahi riwayat. Adapun jika terjadi pada tilawah pada umumnya, hukumnya terbagi dua macam: Jika dilakukan oleh orang yang paham ilmu tajwid serta riwayat, maka ia tersalah; Sedangkan jika dilakukan oleh umum yang kurang memahami riwayat, maka dihukumi sebagai “meninggalkan kesempurnaan” dan tidaklah dibebani dosa. Begitulah pendapat para ulama tajwid. WAllahu a`lam.

Terima kasih.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *